Takut Sepi

Hari itu ibu sakit parah, tidak bisa buang air kecil hingga harus pakai ureter. Tak henti-hentinya ibu menangis karena takut, ya usiaku masih sembilan kala itu. Di usia yang belum baligh itu aku masih bertanya-tanya, ada apa dan kenapa ibu menangis. Ibu memelukku seraya berkata "Dede mamah sieun, ke dede kumaha". (Maaf tidak semua bagian bisa aku tuliskan, karena aku tidak mau itu jadi sebuah doa). Sedihnya Ibu karena belum siap merasakan sepi, dan tidak tega kepadaku dan teteh yang masih sangat kecil. 

Ibu selalu berpesan untuk tinggal didekatnya, agar kami (anak-anaknya) bisa selalu berkumpul dan mudah untuk pulang. Ya lagi-lagi pesan ini penuh makna, dan Ibu selalu ingin bersama. 

Sekarang aku menyadari akan parahnya derita sepi itu. Bahkan kadang panggilan gambar saja tidak cukup untuk menghapuskan sepi. Karena untuk orang yang tak banyak bicara sepertiku, cara melepaskan rindu itu bukan berbincang, namun bertemu. Bahkan terkadang hiburan dan kesibukan pekerjaan saja tidak cukup untuk menghapuskan kesepian. 

Di usia seperti ini sulit sekali mengajak orang berbicara. Teman-teman sibuk dengan circle barunya, dengan keluarga baru mereka juga. Mau chat siapa? Hahaha, tak tau lah. 

Aku hanya kesepian kali ini karena tidak ada teman bicara di hari sabtu dan minggu. Mudah-mudahan aku bisa bertemu seseorang yang bisa menghapuskan sepi itu segera. 

Lawrencen, 8.52 pm, 3-2-2024.

Komentar

Postingan Populer