Jogja dan Gadjah Mada
Kota dan kampus yang tidak pernah aku bayangkan kuhabiskan untuk masa dimana pemikiranku tumbuh, dimana jiwaku ditempa, dimana hatiku meluas, dimana pandanganku menuju cakrawala.
Jogja yang tadinya kutau hanya sebatas parangtritis dan malioboro, menjadi kota yang kusebut rumah kedua.
Kata orang dia terbuat dari rindu dan angkringan, aku setuju saja. Tapi jika boleh aku ingin untuk tidak rindu, karena aku selalu ingin di dalamnya.
Perjodohanku dimulai dari cintaku yang ditolak oleh kampus Gajah duduk, berubah menjadi Gadjah Mada. Sebuah kampus yang saat daftar saja aku tidak tau logonya.
Tawa, canda, derita, hingga orang yang aku suka, kutemukan di Jogja. Walau yang jadi jodohku baru Gadjah Mada.
Aku sudah coba pergi, tapi rasanya Gadjah Mada masih ingin menempaku menjadi seseorang. Cikarang, karawang hingga Jepang kucoba, namun takdir selalu berkata tidak.
Delapan tahun kuhabiskan sudah, tapi aku harus pergi ke rumah ke tiga. Aku janji, jika ada kesempatan aku pasti kembali. Jika aku diinginkan, aku akan dahulukan Jogja dan Gadjah Mada.
Sekarang aku izin untuk memantaskan diri, agar aku bisa menanam cintaku sedalam-dalamnya kepada Jogja dan Gadjah Mada.
Tidak akan pernah ada kata selamat tinggal, Jogja dan Gadjah Mada!
Yogyakarta, 28/06/2024.
Komentar