Nasib Baik 2# (Harus Cum laude, tapi jangan lupa paham!)


Judulnya harus banget cumlaude? Yes, it is a must for PMDSU awardee to get cum laude predicate for doctoral program. 

Biar kujelaskan aturan PMDSU terlebih dahulu biar clear ceritanya. PMDSU is stand for "Program Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul". Ya harus sarjana unggul, karena ekspektasi besar menanti. Program beasiswa ini mengharuskan pendaftar memiliki IPK diatas 3.25 jika berasal dari prodi dengan predikat akreditasi unggul. Sedikit lebih besar dari beasiswa dalam negeri lainnya seperti LPDP atau beasiswa unggulan dengan syarat 3.00. Ok, untuk lebih detailnya silahkan kujungi laman pmdsu.id 😁. Jadi pada program ini mahasiwa harus menjalani program magister dengan predikat cum laude (IPK 3.75 jika di UGM) untuk melanjutkan ke program doktoral. Beberapa program magister memberikan gelar kepada mahasiswa, sebagian juga tidak seperti di UGM.

Baik kembali ke cerita. Jadi untuk melanjutkan ke program doktoral, cum laude is a must for me. Sesuatu yang tidak pernah aku bayangkan, karena aku bukan orang yang ambis ketika S1. Akupun ingin mengkritik kebijakan ini karena terlalu grade oriented. Namun belakangan aku sadar, kebijakan ini semata-mata dibuat untuk menyaring mahasiswa agar layak dan tidak kosong waktu menjalani program doktoral. Wajar saja harus disaring, karena kebanyakan mahasiswa PMDSU tidak berasal dari program studi S1 di universitas yang diambil. Semua dosen akan mempermasalahkan standar yang mungkin berbeda. Setiap program studi yang sama di universitas yang berbeda memiliki standar dan ciri khasnya masing-masing. Sudah, maklumkan saja. Anggap saja bagian dari sistem meritokratis yang sederhana 😅. 

Kewajiban cum laude membuatku memutar otak, bagaimana caranya aku bisa survive dalam program ini. Suatu skill yang ku pelajari sewaktu aktif berorganisasi adalah bagaimana memberikan pengaruh dan menjadi inisiator dalam sebuah gerakan. Aku teringat tutorial yang sering diadakan ketika aku S1 dan kebiasaan teman-teman mengerjakan dan membahas soal bersama (setidaknya ada 1 teman kami yang pintar yang selalu mengerjakan soal). Dari pengalamanku tersebut, aku mencoba untuk membuat sebuah kelompok belajar bersama teman-teman PMDSU dan teman-teman minat organik seangkatan. 

Anyway, di Prodi Magister Kimia UGM saat itu kami memiliki 5 minat utama, Kimia Organik, Kimia Analitik dan Lingkungan, Kimia Fisika dan Katalisis, Kimia Anorganik, dan Kimia Komputasi yang masuk ke dalam sub minat Kimia Fisika. 

Aku berpikir dengan membentuk sebuah kelompok, kami bisa saling bertukar pikiran dan saling menutupi kekurangan kami. Aku sendiri sadar aku unggul di beberapa minat seperti kimia organik dan kimia analitik. Sementara itu, aku juga lemah di kimia anorganik. Terlebih lagi salah satu mahasiswa PMDSU Kimia, DA, luar biasanya pintarnya, rasanya perlu berguru kepada orang seperti dia. Beberapa juga jago dalam bidang organik, anorganik dan biokimia. 

Kami bertemu di setiap hari sabtu pagi untuk membahas soal dan materi setidaknya 2-3 jam. Tanya jawab tidak bisa dihindari dari interaksi setiap pekan ini. Setidaknya jika ada soal yang susah dan sukar untuk dijawab, aku tidak gila sendiri. Wkwk. Semua materi selalu kami tampilkan dengan format ppt dan kami kumpulkan ke dalam satu cloud storage bersama. Sehingga sewaktu kami belajar mandiri, kami bisa akses semua materi yang sudah kami bahas. 

Semester 1 hampir selesai, akupun masih struggle dengan kimia anorganik. Waktu S1 aku memang agak pilih-pilih materi, materi seperti analisis, elusidasi dan sintesis organik cukup mudah dipahami bagiku. Namun materi lain seperti teori grup dan kuantum, masih sukar aku pahami. Dengan adanya diskusi setiap pekan ini sangat membantuku untuk lebih memahami materi, atau setidaknya mengerti apa maksud soal. 

Ketika menjawab soal ujian, aku selalu teringat Prof. TDW ketika mengajari kami menjawab setiap soal. "Jawab soal itu langsung saja pada intinya, tidak usah membulet. Jika ditanya A, jelaskan tentang A. Jangan kemana-mana dan harus berkesimpulan". Sebagai contoh, jika ditanya mana senyawa organik yang lebih asam dari dua senyawa dibawah. Maka kita harus menganalisa apa yang membuat keasaman sebuah senyawa organik berbeda. Setidaknya kita bisa lihat dari struktur utama dan subtituennya. Apakah ada EWG dan EDG pada subtituen senyawa tersebut? Baru kita bisa menjelaskan kenapa senyawa tersebut lebih asam dari hasil analisa kita. Haha, maaf-maaf malah ngajar. Namanya juga pendidik, Wkwk. 😂

Kembali ke cerita utama. Sewaktu ujian, tidak semua ujian berjalan lancar. Satu ujian menjadi momok bagiku. Aku kadang selalu evaluasi apakah jawabanku benar atau tidak. Tapi saat ujian Kimia Anorganik Lanjut, aku lupa materi sewaktu S1, aku coba konfirmasi jawabanku ke teman. 
"P, tadi tuh jawabannya gini-gini nggak sih?" Tanyaku ke P, temanku yang ambil minat anorganik. 
Dia diam sejenak, dan menjawab "udah nggak usah dibahas dulu".
Dari jawaban itu, perasaanku tidak enak memang. Nilai keluar, hasilnya jelek dan aku sadar kesalahanku. Aku selalu berfokus kepada materi-materi S2, sebuah kesalahan tentunya untuk melupakan hal-hal mendasar. Ini menjadi evaluasi bagiku di semester depan. Karena setiap jawaban tidak bisa selesai tanpa teori-teori dasarnya. 

Semester berakhir dengan hasil memuaskan bagiku, tapi tidak bagi temanku. Aku masih ingat obrolan siang itu, Prof TJR menitipkan pesan sekaligus tugas bagiku. 
"Mas, bantu dia yah buat belajar bareng. Mudah-mudahan semester depan bisa dikejar". Bilang Prof TJR padaku. 
Akupun merasa punya tanggungjawab baru, aku harus membantu teman agar bisa cum laude. 

Rasanya semester depan akan lebih mudah bagiku karena hanya akan mengambil mata kuliah peminatan. Niatku berubah di semester 2, yang awalnya hanya ingin cumlaude, menjadi aku harus paham semuanya. Dengan niat tersebut, rasanya lebih mudah karena ada rasa exited yang lebih tinggi daripada "hanya" memperoleh nilai bagus. Aku juga rajin membuat jawaban dalam bentuk ppt dan membagikan ke teman-temanku, karena "pesan" Prof TJR ke padaku. Grup kamipun lebih rajin untuk membahas soal bersama, bahkan 2 kali seminggu. Satu pertemuan untuk matakuliah bersama, dan satu pertemuan untuk matakuliah peminatan. Strategi ini juga menjadi keuntungan bagiku, aku labih mudah memahami dan menguasai materi. 

Sikap terlalu exited ku mungkin berlebihan bagi temanku, sehingga sesekali dia merasa terganggu. Sesekali dia mengurangi intensitas percakapan kami, namun aku mengerti juga kerisihannya. Aku tidak bisa menjeskan waktu itu kenapa aku menjadi punya perhatian lebih ke dia, aku hanya ingin menyelesaikan pesan dari Prof. TJR. Mungkin caraku berlebihan untuk mendorong temanku, tapi aku tidak punya banyak pilihan karena aku merasa memiliki rasa tanggungjawab untuk bersama-sama lanjut ke S3. Aku baru bisa menjelaskan sewaku S3 ini, dan semua telah kembali normal. 

Ujian akhir datang, dan semuanya berjalan lebih mudah karena niatku yang berubah. Akupun lebih paham dan lebih mudah menjawab setiap soal. Dengan berubahnya niatku dari cum laude menjadi ingin paham, membuatku bisa berstrategi dalam menjawab setiap soal. Membuat strategi menjawab soal bisa mengefisienakan dalam menulis jawaban. Aku masih ingat, aku bisa mengerjakan mata kuliah "elusidasi struktur organik lanjut" untuk menebak 7 struktur organik dengan data IR, MS, 1D dan 2D NMR, hanya dengan waktu 1 jam (dari waktu ujian 2 jam). 

Nilai terakhirpun diumumkan saat aku sedang mengerjakan simulasi komputasi bersama temanku. Dan pembicanganpun terjadi!.
"Eh, nilai udah keluar. Ayo cek!" Bilangku kepadanya.
"Bentar dulu ah, kamu duluan." Katanya
"Ya udah". Jawabku sambil membuka simaster
"Alhamdulillah A, kamu gimana?". Aku sambil senyum-senyum 😃
"Alhamdulillah A, juga! Yeay kita lulus, seneng banget bisa lanjut ke S3!". Jawabnya
"Ya Allah bersyukur banget, semester 1 nggak cum laude tapi semester ini hasilnya bagus banget". Lanjutnya dengan ekspresi sumringah!😆
Kamipun langsung menginput semua nilai ke halaman laporan kami ke dikti, sebagai bukti bahwa kami bisa lanjut ke program doktoral.
Ya aku bersyukur bisa menyesaikan tugasku setidaknya untuk membersamai temanku lanjut ke S3. Lagian rasanya hambar jika kurang satu dari 6 orang awardee PMDSU di program kami. Akupun ikut senang, karena pada akhirnya semua mahasiswa PMDSU Kimia angkatanku lanjut semua ke S3 dengan layak. 

Lalu bagaimana perjalananku di S3 dan menuju Amerika? Kita lanjutkan di minggu-minggu berikutnya!
Beberapa minggu ke depan tulisan akan semakin jarang terbit, sama halnya tulisan ini. Authornya lagi sok sibuk, harap maklum! 😅

Oh iya, mohon juga jika ada kritik dan saran bisa disampaikan di kolom komentar atau di tautan di bawah ini:

Terimakasih!

Komentar

Postingan Populer