Di Balik Nama
adalah doa dari setiap orang tua. Terimakasih atas do'a yang besar, yang menghantarkanku sampai saat ini biiznillah. Ayahku pintar memilih pasangan, memilih ibuku yang Alhamdulillah menginginkan anaknya menjadi seperti BJ Habibie, bukan diberi nama artis atau pemain bola. Tidak salah sih, tapi kan nggak semua orang harus jadi pemain bola atau artis.
Namun tetap saja, aku bukan BJ Habibie yang pintar dengan fisika. Mungkin kalau ada OSN kala itu, beliau akan menjadi peraih emas IPhO. Sedangkan aku menyerah dengan fisika ketika SMA, mungkin itu cara Allah agar aku menjadi diriku sendiri. Aku bahkan tidak lolos OSN ke tingkat provinsi, sampai dibilang "goblok" karena aku adalah harapan sekolahku dulu. Sekolah favorit di Karawang, yang dibuat malu olehku saat itu.
Pak Habibie dulu mudah banget kayaknya masuk ITB, bahkan beliau pindah ke Jerman dengan mudah di tahun kedua kuliah. Sedang aku? Ya, gagal semua jalur masuk ke ITB. Akhirnya diselamatkan oleh UGM yang masih aku cinta sampai tingkat doktoral ini.
Aku bukan BJ Habibie yang cerdasnya selangit, yang mentalnya kuat, cendikiawan yang cemerlang. Tidak-tidak, tidak usah jadi menteri atau presiden. Itu bukan aku, itu Habibie yang lain. Aku Ahmad Habibie, seorang anak desa yang bercita-cita untuk menjadi ilmuan dan pendidik. Itu saja cukup bagiku, tapi sekali lagi terimakasih atas doanya Mah. Maaf kalau aku nggak sehebat beliau yah, hehe.
Tapi aku janji, insyaAllah aku akan berusaha sukses sebagai Ahmad Habibie. Mungkin Pak Habibie adalah ahli dirgantara yang disegani dunia. Aku ingin jadi dosen yang disukai mahasiswa aja deh Mah, peneliti yang bisa mengembangkan obat berbasis peptida. Mudah-mudahan juga penelitianku di bidang ini bisa memberi manfaat seperti penelitian Pak Habibie pada material pesawat.
Komentar